Perubahan fisik yang sering dikenali orang pada anak dengan kanker biasanya adalah kebotakan akibat pengobatan kemoterapi. Namun, dampak kanker pada anak tidak hanya terbatas pada perubahan fisik. Banyak masalah lainnya yang juga muncul, termasuk gangguan emosional yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi. Di antara komplikasi psikologis yang sering terjadi adalah gangguan kecemasan, depresi, serta gangguan kognitif. (Sumber: Paul B. Jacobsen & William Breitbart, International Social Work Journal: Psychosocial Aspects of Palliative Care).
Oleh karena itu, pasien kanker, terutama anak-anak, membutuhkan perawatan yang komprehensif atau holistik, yang mencakup aspek medis, psikososial, spiritual, dan fungsional. Perawatan seperti inilah yang dikenal dengan istilah perawatan paliatif.
Apa Itu Perawatan Paliatif?
Perawatan paliatif didefinisikan sebagai sistem perawatan terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, dengan cara meringankan rasa sakit dan penderitaan lainnya. Selain itu, perawatan paliatif juga memberikan dukungan psikososial dan spiritual, mulai sejak pasien didiagnosis, serta memberikan dukungan kepada keluarga pasien.
Sayangnya, banyak mitos yang beredar di masyarakat mengenai perawatan paliatif, yang sering kali membuat orang merasa cemas atau takut. Mari kita bahas beberapa mitos yang sering muncul dan temukan faktanya!
Perawatan Paliatif Dimaknai Sebagai Pupusnya Harapan Hidup pada Pasien, Mitos atau Fakta?
Ketika mendengar tentang perawatan paliatif, orang akan bergidik ngeri atau mungkin merasa takut karena seringkali dihubungkan dengan akhir dari kehidupan. Faktanya, perawatan paliatif merupakan suatu layanan bagi pasien yang dapat diberikan sejak awal diagnosis.
Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA, perawatan paliatif dimulai sejak diagnosis penyakit ditegakkan dan terus berlanjut terlepas dari apakah anak ini masih mendapat atau tidak mendapatkan lagi pengobatan untuk mengatasi penyakitnya.
“Perlu ditekankan bahwa perawatan paliatif mulai dilakukan sejak pasien terdiagnosis. Jadi tidak benar bahwa ketika seseorang dinyatakan paliatif itu berarti sebentar lagi ia akan meninggalkan dunia,” ujar Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA di Rumah Pita Kuning, Sabtu (23/11/2024).
Perawatan paliatif membutuhkan pendekatan yang multidisiplin, yang melibatkan berbagai tenaga medis dan profesional kesehatan, serta dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar. Bahkan dengan keterbatasan sumber daya, perawatan paliatif tetap bisa diberikan, baik di rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), maupun melalui layanan perawatan di rumah (home care).
Dengan pendekatan yang melibatkan banyak pihak, perawatan paliatif bertujuan untuk memastikan pasien dan keluarga mendapatkan dukungan yang holistik, baik dalam hal medis, emosional, maupun spiritual. Hal ini tidak hanya mengurangi beban fisik pasien, tetapi juga membantu mereka menjalani proses pengobatan dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Penggunaan Morfin dalam Perawatan Paliatif Hukumnya Haram, Mitos atau Fakta?
Penggunaan morfin dalam perawatan paliatif sangat penting untuk membantu mengatasi rasa nyeri pada pasien. Namun, penggunaan morfin sering kali mendapat respon negatif dari para caregiver atau keluarga pasien, terutama karena kekhawatiran mengenai status hukumnya yang dianggap haram dan potensi efek sampingnya, seperti risiko adiksi.
Faktanya, morfin berasal dari tanaman opium, yang merupakan produk nabati. Dalam Islam, segala sesuatu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan pada dasarnya adalah halal dan boleh dimanfaatkan, selama tidak ada kandungan atau unsur yang diharamkan dalam proses pengolahannya. Sebagaimana dijelaskan oleh MUI, semua tanaman dan produk nabati yang ada di bumi adalah halal untuk digunakan, kecuali jika ada alasan khusus yang menjadikannya haram.
Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA menambahkan, “Banyak orang tua pasien atau caregiver yang menolak anaknya diberi Morfin. Morfin itu asalnya dari tumbuhan opium. Dia (morfin) dinyatakan halal oleh MUI, dan terbukti tidak menyebabkan kecanduan jika diberikan untuk tujuan yang tepat dan dosis yang tepat.”
Dari To Cure Menjadi To Care
Anak-anak dengan kanker yang menerima perawatan paliatif tidak berarti mereka telah kehilangan harapan. Harapan tetap ada, meskipun bentuknya mungkin sedikit berbeda. Dari yang sebelumnya berharap untuk sembuh, kini harapan tersebut berfokus pada peningkatan kualitas hidup dan kemampuan untuk menjalani hidup dengan bermartabat.
“Jadi sebetulnya polanya sudah berubah, dari to cure jadi to care. Care yang berarti memberikan pelayanan dengan tujuan meningkatkan quality of life,” kata Dr. Edi Setiawan
Sebagai yayasan yang memberikan pelayanan berbasis paliatif, Pita Kuning percaya bahwa setiap anak dengan kanker berhak mendapatkan haknya sebagai anak-anak. Dalam hal ini, Pita Kuning memberikan bantuan pendampingan bagi pasien anak dengan kanker dan keluarganya dalam memenuhi kebaikan psikologis, penyaluran emosional dan aktivitas yang mampu memenuhi kebutuhan sosial anak.
Layanan terpadu Pita Kuning dilakukan oleh tim multidisiplin yang terdiri dari pekerja sosial tersertifikasi, psikolog, relawan, dan mitra pendukung baik profesional dan komunitas. Pita Kuning memberi tanggung jawab untuk pasien anak dengan kanker untuk memiliki masa depan yang lebih berkualitas.
Tingkatkan Kualitas Hidup Anak dengan Kanker Bersama Pita Kuning!
Pita Kuning membuka kesempatan bermitra bagi perusahaan, komunitas, atau pun brand yang ingin memberikan dampak sosial dengan membantu meningkatkan kualitas hidup anak-anak kanker dari keluarga pra-sejahtera. Cek halaman berikut terkait kemitraan dan informasi detail mengenai kerja sama dengan Pita Kuning.
Ikuti terus berita mengenai aktivitas dan kegiatan Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia dalam mendampingi anak-anak kanker dari keluarga pra-sejahtera melalui kanal media sosial Pita Kuning berikut ini:
Instagram: @pita_kuning
Facebook: Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia
Twitter: @pitakuning
YouTube: Pita Kuning
Spotify: Pita Kuning Podcast